AlGhazali adalah seorang ahli pikir Islam. Puluhan buku telah ditulisnya yang meliputi berbagai lapangan ilmu, antara lain teologi Islam (ilmu kalam), hukum Islam (fiqh), tasawuf, akhlak dan adab kesopanan, kemudian autobiografi. Sebagian besar dari buku-buku itu berbahasa Arab, dan yang lain ditulis dengan bahasa Parsi. Di kalangan sunni, khususnya di Indonesia, Imam al-Ghazali merupakan ulama yang masyhur. Imam al-Ghazali terkenal berkat keluasan ilmunya dalam segala bidang, mulai dari tasawuf, fikih, teologi hingga filsafat. Di samping itu, pemikiran Imam al-Ghazali menjadi rujukan serta pijakan dalam bidang tasawuf. Hal itu terbukti dari banyaknya karya Imam al-Ghazali yang dikaji di berbagai pesantren di Indonesia. Masterpeace Imam Ghazali, Ihya Ulumudin menjadi daya tarik tersendiri di kalangan pesantren, bahkan perguruan tinggi untuk mengkaji dan menelitinya. Di masa dinasti Abasiyah dan Saljuk, Imam al-Ghazali sangat dihormati dan disegani banyak orang. Sampai pada waktu itu, Imam al-Ghazali mendapat gelar Hujjatul Islam. Gelar ini disematkan kepada beliau karena kemampuan daya ingat yang kuat dan bijak dalam berhujjah. Dalam pandangan Imam al-Ghazali, manusia terbagi menjadi empat golongan Pertama, Rojulun Yadri wa Yadri Annahu Yadri Seseorang yang Tahu berilmu, dan dia Tahu kalau dirinya Tahu. Menurut al-Ghazali, kelompok pertama adalah orang-orang yang alim = mengetahui. Bagi orang awam, yang masih butuh bimbingan, sudah seharusnya mengikuti laku lampahnya orang alim tersebut. Sebab, duduk bersamanya akan menjadi pengobat hati sekaligus menambah wawasan. Orang yang termasuk golongan ini, senantiasa akan mengamalkan ilmunya semaksimal mungkin. Ia tahu kalau dirinya memiliki keluasan ilmu, sehingga harus mengajarkan serta mengamalkan ilmunya. “Manusia jenis ini adalah manusia unggul. Manusia yang sukses dunia dan akhirat.” Kedua, Rojulun Yadri wa Laa Yadri Annahu Yadri Seseorang yang Tahu berilmu, tapi dia Tidak Tahu kalau dirinya Tahu. Orang yang kedua ini berbeda dengan orang yang tergolong kelompok pertama. Kalau orang pertama, kita harus mengikutinya. Namun kepada orang kedua ini, kita mengingatkannya. Ia memiliki ilmu dan kecakapan, tapi dia tidak pernah menyadari kalau dirinya memiliki ilmu dan kecakapan. Orang seperti ini acapkali dijumpai di tengah-tengah kita. Ia sejatinya mempunyai segudang potensi yang luar biasa. Akan tetapi, orang tersebut tidak tahu akan potensi yang ada pada dirinya. Sehingga selama dia belum bangun dan sadar diri, orang ini hanya sukses di dunia tapi rugi di akhirat. Ketiga, Rojulun Laa Yadri wa Yadri Annahu Laa Yadri Seseorang yang tidak tahu, tapi dia tahu bahwa dirinya tidak tahu. Orang yang masuk kategori kelompok ketiga ini, menurut Imam al-Ghazali, masih tergolong manusia yang baik. Sebab, ia meenyadari kekurangan yang ada pada dirinya. Sehingga, ia mampu menempatkan dirinya di tempat yang sepatutnya. Orang jenis ini akan senantiasa intropeksi diri dan mau belajar dari sebuah kesalahan. Dengan belajar, ia berharap suatu saat nanti bisa berilmu dan mampu menjadi lebih baik lagi. Orang seperti ini sengsara di dunia tapi bahagia di akhirat. Keempat, Rojulun Laa Yadri wa Laa Yadri Annahu Laa Yadri Seseorang yang Tidak Tahu tidak berilmu, dan dia Tidak Tahu kalau dirinya Tidak Tahu. Dalam pandangan Imam al-Ghazali, kelompok terakhir ini merupakan orang-orang yang paling buruk. Ia selalu merasa dirinya mengerti, tahu dan mempunyai ilmu. Padahal, ia tidak tahu apapun. Ibarat pepatah lama, tong kosong nyaring bunyinya. Tipologi orang seperti ini biasanya susah untuk disadarkan. Ia merasa benar dengan apa yang dikerjakannya dan akan membantah kalau diingatkan perihal kesalahan yang dilakukanya. Berurusan dengan orang yang seperti demikian akan terasa merepotkan dan susah. Sebab, ia merasa dirinya paling benar. Menurut Imam al-Ghazali, orang tersebut termasuk orang yang tidak sukses di dunia, juga merugi di akhirat. Untuk itu, mari kita senantiasa bermuhasabah atau intropeksi diri masing-masing agar menjadi pribadi yang lebih baik. * ImamAl-Ghazali adalah pemikir kelas dunia yang sangat berpengaruh di kalangan tokoh-tokoh ulama klasik seperti, Jalaluddin Ar-Rumi, Syekh Al-Asyraq, Ibnu Rusyd dll. maupun para intelektual modern sepeti, Attar, Rumi, Sa’adu, Hafidz dll. Demikian sekelumit tenteng sejarah hidup sang Hujjatul Islam, Imam Al-Ghazali, semoga Allah merahmati beliau.
Oleh Zakiyah; Pecinta buku JAKARTA - Ketika ilmuwan menyebut manusia adalah jenis kera besar dari kingdom animalia, nalar agamis seseorang biasanya menolak. Doktrin yang selama ini dipercaya agama-agama samawi di dunia tidaklah seperti itu. Manusia, dimulai dari Adam, tercipta sempurna di surga dan diturunkan ke bumi sudah dalam bentuk completely built up berorgan sempurna, cerdas, dan berperasaan. Di sisi lain teori evolusi telah diterima luas oleh komunitas ilmiah. Ia bukan isapan jempol, tetapi teruji berdasarkan sejumlah bukti fisik yang tak terbantahkan dan didukung teori saintifik. Teori evolusi memiliki bukti-bukti empiris, paleontologis, homologis, dan genetis. Bukti paleontologis menunjukkan bahwa fosil-fosil yang ditemukan memang mengalami kemajuan bertahap dalam tingkat kompleksitasnya. Darwin tidak berspekulasi, tetapi didukung dalil ilmiah meyakinkan. Bukti homologis menunjukkan bahwa manusia dan spesies lain, seperti kera, anjing, dan kelelawar, meski memiliki perbedaan, juga memiliki banyak kesamaan. Teori yang dicetuskan oleh Charles Darwin 1809-1882 ini memiliki judgement final bahwa seluruh makhluk hidup di bumi, termasuk manusia, berasal dari nenek moyang yang sama. Semua yang bernapas di bumi ini saling terhubung melalui bio-historis karena mereka semua bersaudara dalam satu pohon kehidupan. Manusia tidak terkecuali. Menurut analisa genetiknya, ia bukan special edition, tetapi bagian wajar dalam alur dunia biologis. Kontradiksi sains dan agama ini oleh Shoaib Ahmed Malik coba dijembatani dengan sebuah pola pikir induktif yang kemudian berhasil menemukan benang merah keduanya. Dalam buku berjudul asli "Islam and Evolution Al-Ghazali and the Modern Evolutionary" ini, Asisten Profesor Natural Sicences di Zayed University, Dubai ini mengutip hampir semua karya Imam Ghazali terkait penciptaan. Shoaib memulai dengan memaparkan berbagai pendapat tentang evolusi yang ternyata sangat beragam, dengan beda tipis-tipis. Ia menggunakan pemikiran Al-Ghazali sebagai pisau analisa untuk mengurai kontradiksi antara fakta ilmiah dan narasi transenden di kitab suci. Dalam teologi penciptaan, sebenarnya terdapat sejumlah ulama klasik diantaranya adalah Abu Hasan al-ʿAsy’ari, Abu Bakar al-Baqillani, Dhia'uddin al-Juwaini, Fakhruddin ar-Razi, dan lain-lain. Di antara nama-nama besar yang ada, Al-Ghazali dianggap seorang teolog dan saintis yang memiliki pemahaman komprehensif mengenai awal mula kehidupan. Keterangan imam Ghazali dalam berbagai karyanya kemudian dikaji secara metafisik dan hermeneutik guna membawa pemikiran abad pertengahan ke alam kontemporer. Al-Ghazali lahir pada tahun 1058 di Tus, Khurasan. Sebuah daerah yang kini masuk dalam wilayah Iran. Ia adalah seorang teolog dan hakim terkenal pada saat itu. Setelah gurunya al-Juwaini wafat pada 1085, Al-Ghazali kemudian melebihi pencapaian gurunya. Al-Ghazali menguasai semua cabang sains teoritis seperti logika, filsafat, yurisprudensi, dan teologi. Al-Ghazali 1058-1111 hidup 750 tahun sebelum Darwin dan tak pernah membaca buku The Origin of Species. Tetapi sejumlah karya Al-Ghazali ternyata banyak membahas prinsip-prinsip dan mekanisme penciptaan serta tipologinya. Hal ini mengungkap seberapa jauh Islam dan evolusi saling mengisi. Tantangan terbesar Shoaib adalah para penganut kreasionisme yang berpandangan bahwa seluruh spesies makhluk hidup tercipta kun fayakun tanpa melalui proses alamiah. Aliran ini melihat teori evolusi sebagai dongeng tak berguna dan merusak dasar-dasar keimanan. Di tangan para kreasionis inilah pandangan tentang evolusi menjadi tidak jernih karena sering dimiskonsepsi dengan sejumlah “isme”. Evolusi manusia dianggap identik dengan ateisme, naturalisme, marxisme, komunisme, nihilisme, kapitalisme, fasisme, kolonialisme, imperialisme, sekularisme, saintisme, dan sebagainya. Kejumbuhan ini membuat diskusi tentang evolusi tak pernah murni saintifik. Maka sebelum bicara jauh tentang tema ini, Shoaib meminta pembacanya menjauhkan hal-hal yang bukan bagian dari isu evolusi itu sendiri. Agama, khususnya agama-agama samawi seperti Yahudi, Kristen, dan Islam, meyakini manusia diciptakan secara ajaib oleh Tuhan. Teks-teks otoritatif dalam Islam telah menyatakan dengan tegas, seperti di QS. al-An’âm [6] 2, QS. al-Hijr [15] 26, dan QS. al-Hajj [22] 5. Semuanya menegaskan bahwa manusia diciptakan langsung oleh Allah. Namun sains, di pihak lain, menyatakan bahwa manusia lahir dari proses seleksi alam dan memiliki leluhur yang sama common ancestor. Tentang kontradiksi ini sikap intelektual muslim terbagi empat. Pertama, kreasionisme yang menolak sepenuhnya teori evolusi. Menurut mereka semua makhluk diciptakan oleh Tuhan dari ketiadaan dan sudah ahsani taqwim. Kedua, Lihat halaman berikutnya >> BACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini
DALAMbahasa Arab puasa itu disebut “as-Shiyaam” atau “as-Shaum” yang berarti “menahan”. Sedangkan menurut yang dikemukakan oleh Syeikh Al-Imam Al-‘Alim Al-Allamah Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Qasim Asy-Syafi’i dalam kitabnya “Fathul Qarib” bahwa berpuasa adalah menahan dari segala hal yang membatalkan puasa dengan niat tertentu pada seluruh atau tiap
ďťżAbstrak Ilmu adalah sesuatu yang sangat urgen dalam kehidupan manusia, dalam kehidupan manusia serba membutuhkan ilmu pengetahuan. Islam agama sempurna yang berlandasakan dengan Al quran dan hadits, islam sangat menekankan tentang kewajiban menuntut ilmu, bahkan ayat yang pertama turun adalah ayat tentang pendidikan. Begitu urgennya ilmu pengetahuan bagi manusia orang yang memiliki ilmu derajatnya di bedakan dengan orang yang tidak memiliki ilmu. Ilmu merupakan kunci dari kebahagiaan dunia dan akhirat, jika manusia ingin mendapatkan keridoan Allah maka manusia harus beribadah menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya itu juga harus menggunakan ilmu. Islam memerintahkan manusia menuntut ilmu tidak hanya semasa di bangku sekolah, tapi islam mengajarkan menuntut ilmu sepanjang hayat. Kata Kunci Menuntut Ilmu, Al qur " an , Hadis. Abstract Science is something very urgent in human life, in human life science department requires. Islam is perfect berlandasakan premises of Al-Quran and Hadith, Islam places great emphasis on the obligation to study, even the first verse is the verse about pendiddikan down. So urgenya human knowledge for people who own a science degree at the distinguished people who do not memelki science. Science is the key to happiness of the world and the Hereafter, if people want to get keridoan Allah that man should serve his run commands and avoid His prohibitions also must use the science. Islam ordered Manuia meneuntut science not only when I was in school, but Islam teaches long lif education A. Pendahuluan Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia, Islam adalah agama yang mengangkat derajat dan martabat manusia. Islam adalah agama yang sangat perduli terhadap ilmu pengetahuan, bahkan pada awal ayat pertama kali yang turun adalah ayat tentang pendidikan, agama Islam tidak bisa di lepaskan dengan ilmu pengetahuan, karena islam sendiri berasal dari kata aslama, yang memiliki arti tunduk dan patuh terhadap kehendak Allah, seperti firman Allah pada surat Ali-Imron, ayat 83
Solo NU Online Menurut keterangan dalam kitab Bidayatul Hidayah karya Imam al-Ghazali r.a, dijelaskan bahwa manusia di dunia ini, terbagi menjadi tiga golongan. “Pertama, yakni golongan manusia yang taat. Kelompok ini disebut salim (selamat),” terang Habib Muhammad bin Husein Al-Habsyi, saat mengisi ceramah majelis pengajian Purnomo Sidi Masjid Agung
1 Biografi Imam Abu Hamid Al Ghazali Imam Al-Ghazali lahir pada 450 H (1058 M) di desa Tangerang Distrik Thus, Persia. Nama aslinya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Ibnu Muhammad Al-Ghazali. Sedangkan Al-Ghazali adalah gelar kemasyhurannya.Ayahnya meninggal pada usia muda sehingga dia hidup dalam asuhan ibu dan kakeknya. Fakhral Din al Razi adalah ulama besar Islam yang hidup pasca Imam al-Ghazali. keluasan ilmunya membuatnya diberi gelar sebagai syaikh al Islam. hingga saat ini banyak orang yang hanya mengetahui Fakhr al Din al Razi sebagai ulama besar di bidang Diantara aliran Bathiniyah ini sebagaimana dikatakan al-Ghazali ialah golongan Rafidhah yang
MuhammadAl-Ghazali, Abi Hamid Muhammad Bin.“Ma’ariju Al- Quds Fi Madarij Ma’rifati Al-Nafs”1988. Darul Kutub Al-Ilmiyah : Bairut, Libanon Muhammad Al-Ghazali, Abi Hamid Muhammd Bin “Mi’roj Salikin Dalam Majmu’ Rosail” 1994 Darul Kutub Ilmiah :Bairut Libanon Thabanah, Badawi. “Ihya Ulumuddin Lil Imam Al- Ghazali” Juz Ketiga.
HYPyg.
  • htp3t1scx3.pages.dev/22
  • htp3t1scx3.pages.dev/275
  • htp3t1scx3.pages.dev/194
  • htp3t1scx3.pages.dev/242
  • htp3t1scx3.pages.dev/192
  • htp3t1scx3.pages.dev/324
  • htp3t1scx3.pages.dev/241
  • htp3t1scx3.pages.dev/223
  • htp3t1scx3.pages.dev/210
  • 4 golongan manusia menurut imam al ghazali