Jakarta Grup musik religi asal Indonesia, Nasida Ria diketahui go internasional karena baru saja tampil dalam ajang Documenta Fifteen di Kassel, Jerman. Selain dengan reaksi para penonton dan penggemar mereka, antusias telah terlihat dari beberapa unggahan di akun Instagram Nasida Ria menjelang penampilan mereka di Documenta Fifteen, salah satunya memperlihatkan sesi latihan Nasida Ria. Video sembilan ibu-ibu bernyanyi diiringi latar cuplikan manuver pesawat tempur dan letusan bom kacau balau belakangan rutin beredar di sosial media. Mereka bernyanyi, “Bila bom nuklir diledakkan, akan musnah kehidupan di dunia….” Saya yakin, kalau pernah melihat cuplikan video tadi, anda tak bisa membaca lirik di atas tanpa ikut menyanyikan nadanya. Video viral itu berasal dari salah satu klip lagu Nasida Ria, kelompok qasidah modern asal Semarang. Lima tahun belakangan, Nasida Ria booming di kalangan anak muda yang memakai jilbab atau mengaji saja enggan setengah mati. Penampilan dan lirik-lirik yang terasa sekuler—sebagian malah futuristik—memberi aura berbeda bagi Nasida tahun terakhir, video lagu-lagu Nasida Ria sering tersebar sebagai meme. Siapapun sulit tidak terpukau menyaksikan sekelompok muslimah menyanyikan lirik tentang otomatisasi mesin menggeregoti buruh kerah biru, pentingnya jurnalisme yang akuntabel dan independen, hingga anjuran agar tidak terisap dalam dunia awalnya bahan lelucon, lagu-lagu Nasida Ria yang dulu hanya populer di playlist ibu-ibu pengajian atau pesantren sekarang dinyanyikan anak-anak muda yang kerap dituduh hipster. Bahkan mereka diundang ke berbagai acara musik indie populer. Karena itulah VICE meluncur ke Semarang, bertemu langsung kelompok Qasidah kami menemui Choliq Zain, anak H. Mudrikah Zain selaku pendiri Nasida Ria, di warung soto ayam jalan raya tugu Semarang yang sekaligus menjadi basecamp kelompok qasidah tersebut. Choliq Zain menjadi manajer Nasida Ria sejak 1992, selepas ayahnya meninggal. Dinding warung soto bercat hijau muda ini sekaligus difungsikan sebagai wall of fame, tertempel foto-foto Nasida Ria dari berbagai era. Di salah satu pojoknya, rak piring bersanding seperangkat sound system yang konstan memutar lagu-lagu Nasida Ria menemani pelanggan makan soto. “Ini warung sejak tahun 2000, untuk memutar uang. Kalau enggak gini bisa bablas nanti tabungannya,” ujar Choliq. Kelompok qasidah dengan anggota seluruhnya perempuan ini terbentuk 1975. Rupanya, sekarang Nasida Ria sudah sampai generasi ketiga. Anggotanya saat ini terdiri dari Hj. Rien Jamain, Hj. Muthoharoh, Hj. Afuwah, Hj. Nur Janah, Hj. Hamidah, Hj. Nadhiroh, Hj. Nur Hayati, Sofiatun, dan Tantowitah. Pada mulanya, mereka dikumpulkan oleh HM Zain sebagai kelompok belajar mengaji, lantas beralih rupa menjadi kelompok qasidah rebana. Setelah makin populer diundang ke berbagai acara religi, walikota Semarang yang saat itu menjabat memberi organ sebagai alat musik pertama Ria muncul dengan ciri khas menonjol, mengingat selama dekade 70’an di Indonesia belum ada grup qasidah didominasi perempuan memainkan alat musik modern lengkap. Alat musik modern menolong grup ini sehingga tak perlu terpatok pakem irama gambus padang pasir. “Kalau dulu di Indonesia itu cuma ada kelompok rebana, kalaupun ada mesti campur laki-perempuan." Terbentuklah format Nasida Ria seperti sekarang. Nama Nasida Ria artinya lagu-lagu dakwah gembira yang berasal dari kata nasyid dan ria. Sejak awal jumlah personil mereka selalu sembilan perempuan. Album pertama mereka Alabaladil Makabul rilis 1978, segera disusul popularitas mereka sepanjang dekade 80-90’an berkat lagu “Kota Santri”, “Bom Nuklir”, “Nabi Muhammad Mataharinya Dunia”, dan “Perdamaian”.Lirik lagu-lagu Nasida Ria, seperti disinggung sebelumnya, seringkali membuat pendengar mengernyit. Kadang terlalu cult disebut lagu Islami, tapi terlalu Islami pula untuk dijuluki cult. Mayoritas lirik Nasida Ria diciptakan oleh Kyai Ahmad Buchori Masruri memakai nama alias Abu Ali Haidar. “Lagu-lagu Nasida Ria itu futuristik. Kayak Tahun 2000’ dan Jangan Jual Ginjalmu’ itu dibuat tahun 80’an, tahun segitu kan belum ada toh yang jual ginjal. Bom Nuklir’ juga, sekarang kan udah mulai mau perang nuklir. Itu semua lagu sebenarnya ramalan. Bukan ramalan klenik, tapi membaca situasi. Jadi lagu yang tahun ini, entah akan kejadian tahun 2000 berapa nanti,” kata Choliq bangga. Saat ini, Nasida Ria dalam proses akhir menyelesaikan album ke-35 mereka. Choliq menceritakan lirik satu lagu baru, judulnya Semakin Transparan’ yang meneruskan konsep futuristik ala Nasida Ria. "[Liriknya] menunjukkan bagaimana teknologi membuat kita makin transparan satu sama lain, informasi, batas, media. Apapun,” ujarnya. Nasida Ria adalah petualang panggung sejati. Orderan menyanyi mereka merentang dari hajatan pernikahan, khitanan, pengajian, festival Jazz, acara musik indie, sampai festival musik islam internasional seperti Die Garten des Islam di Berlin, Jerman pada 1994 dan Festival Heimatklange pada 1996. Menghadapi perbedaan audiens di panggung, para personel Nasida Ria tak pernah satu ini regenerasi personel Nasida Ria terus berjalan dan sudah disiapkan dengan seksama dan jangka panjang oleh Choliq Zain. Saat ini Choliq Zain turut mengelola Ezzura, grup qasidah perempuan yang umur personelnya berkisar 20-an tahun. Empat personel Ezzura biasanya jadi additional player saat Nasida Ria manggung. Di bawahnya, ada Qasidah Tanpa Nama yang anggotanya anak-anak SD dan SMP. Seperti sistem naik kelas, mereka ini nantinya akan menjadi personel Nasida Ria ketika waktunya telah tiba.“Harus latihan di grup-grup ini dulu, kalau langsung ke Nasida Ria nanti jomplang secara pengalaman dan penampilan, memang disiapkan jangka panjang,” ujar Choliq. Sebagai manajer, Choliq tetap ingin mempertahankan visi misi Nasida Ria sejak awal kelompok ini adalah alat dakwah untuk menggembirakan orang banyak. Kami juga sempat bertanya apa saja syarat menjadi personel Nasida Ria, jawaban Choliq adalah 1 perempuan, 2 umur maksimal 15 tahun. Modal lain tentu saja suara bagus, diutamakan yang bisa qiro’ah. Choliq bilang, kalau bisa calon penyanyi dari keluarga tidak mampu, jadi sekalian menolong mereka. Kemampuan bermusik nol tak masalah, nanti dilatih ketika kurang afdol bila personel Nasida Ria tak sekalian kami temui. Saat ini, hanya ada dua personel generasi pertama sejak 1975 yang masih aktif di panggung. Salah satunya Hj Rien Jamain, bertugas sebagai MC, pembetot bass, sekaligus vokalis Nasida Ria. Jika sedang tidak ngeband’, Rien Jamain adalah seorang ibu rumah tangga yang aktif berkegiatan di masjid dekat rumahnya, kawasan Gunung Pati, Indonesia Saat bergabung di Nasida Ria, Ibu Rien usianya berapa? Rien Jamain Masih kecil, berapa ya? Mungkin 17-18 tahun, pokoknya belum sampai 20 tahun. Mas Choliq Zain aja masih kecil, masih SD. Saya dari generasi pertama, kalau sekarang isinya udah campur. Ya semoga bisa langgeng, karena niatnya dakwah lewat seni. Dari awal gabung sudah bisa main alat musik Bu? Belajar dulu, kan pas saya ikut dulu alat musiknya masih pakai rebana aja. Terus baru lengkap dan latihan, kami mengundang guru musik dari RRI waktu itu. Nasida Ria total menghasilkan berapa album sih bu? Album mana paling disukai pendengar? 34 album volume atau reguler. Tapi ada juga Pop Song, Arabic Song, Top Hits, macem-macem. Masalahnya gini, contohnya kami rekaman 13 lagu, yang masuk kaset kan 10. Nah sisanya dikumpulkan jadi album baru. Sudah ratusan itu, enggak bisa dihitung. Kami sendiri malah enggak punya kasetnya, tapi penggemar Nasida Ria yang dari dulu pasti hafal lagu-lagu Nasida Ria dari awal, punya kasetnya juga. Sering ada yang nanyain lagu, kami malah lupa [tertawa]. Orang-orang sukanya lagu-lagu lama, lagu baru kayaknya jarang yang suka tuh. Sukanya lagu-lagu kuno yang jaman dulu. Jadi emang musiknya Nasida Ria itu dipengaruhi musik Arab? Iya. tapi ya enggak Arab banget. Lebih ke qasidah modern. Kalau Arab musiknya memang lain, kendangnya kan bukan kendang dangdut, tapi kalau lagu qasidah modern kendangnya agak ke dangdut. Lha, kamu kenapa wawancara Nasida Ria?Soalnya saya ngeliatnya Nasida Ria mulai didengerin anak-anak muda, apalagi sejak kalian tampil RRRECT Fest. Wah iya, kemarin itu diundang lagi di apa itu…. Holy Market? Iya.. di Gudang Sarinah. Sempat kecelakaan lho pas itu. Anak-anak muda itu apa namanya… [berpikir] kalau nggak salah namanya Ruang Rupa. Itu mereka bawa poster Nasida Ria besar sekali di tengah hutan di Sukabumi. Itu mereka sampai bikin kaos syair “Bom Nuklir”, tapi ada yang salah [tertawa]. Masya Allah, saya bersyukur anak-anak muda kok menggapai lagu-lagu religi, itu berarti peningkatan untuk agama. Alhamdulillah aku seneng kalau anak muda seneng lagu qasidah. Berarti Allah memberi hidayah pada anak-anak muda. Kebetulan syair-syair Nasida Ria kan benar-benar riil ada di dunia ini, tentang lingkungan, agama, apa saja, hampir semua hal ada di lagunya Nasida di kalangan anak muda, sering video klip Nasida Ria dipotong, terus diunggah ke sosial media sebagai meme buat lucu-lucuan. Menurut bu Rien gimana? Enggak apa-apa, yang penting niatnya baik dan enggak merugikan Nasida Ria. Kalau dengan begitu anak-anak muda jadi mendengarkan qasidah dan tersentuh dengan syair Nasida Ria kan baik. Soalnya anak-anak muda itu susah kalau disuruh mendengarkan nasehat dari orang tua. Asal niatnya baik, apapun Insya Allah bisa jadi akhlakul sebagian tafsir Islam, ada anggapan perempuan tampil di depan’ itu tabu, bahkan katanya main musik itu haram. Sementara anda perempuan berjilbab, menyanyi di panggung. Menurut Bu Rien gimana? Memang kalau yang agamis betul-betul, sampai sekarang pun ada yang tidak memperbolehkan. Pernah ada yang mengundang [Nasida Ria] di Kudus, itu juga dilarang pakai seruling, katanya ngundang setan. Tapi niatnya dari rumah kan ibadah dan dakwah lewat seni. Kita goyangnya juga enggak kayak dangdut, tidak mengundang maksiat. Pakaian pun sopan, menutup aurat. Sekarang sih banyak ulama yang seneng sama Nasida Ria, tapi ada juga yang tidak seneng dengan wanita bermusik. Kita aja yang menyikapinya gimana. Kalau emang beliau nggak suka, paling ya cuma nggak ngundang kan? Sampai sekarang toh kita masih sering diundang ulama berpose di depan warung makan Nasida Rien kan dari generasi pertama, mengikuti 42 tahun perkembangan Nasida Ria apa yang dirasakan? Dari generasi dulu sampai sekarang tetap solid, nama Nasida Ria udah seperti itu jadi harus benar-benar dijaga. Kalau kesulitan pasti ada, tapi kita selalu berhati-hati dalam melangkah, bicara, apalagi kan saya sekarang masih menyimpan keinginan konser di negara tertentu? Brunei. Dulu pas tampil di Malaysia tinggal sedikit kan sampai Brunei, tapi enggak jadi. Kebetulan juga punya lagu “Brunei Darussalam”. Kami ingin ke sana, moga-moga Allah meridhoi. Style fashion manggung siapa yang ngurus? Kostum itu kita musyarawah bersama. Misalnya tampil di Tegal kemarin pakai baju apa ya? [Itu didiskusikan dulu] kalau mau tampil di Tegal lagi. Kalau [jadwal manggung] dekat ya ganti kostumnya. Kalau jauh, enggak apa-apa pakai yang kemarin. Tips menjaga performa di panggung kayak apa? Pokoknya kami seneng aja, dan banyak bersyukur. Kita memang dieman-eman dirawat biar jangan tampak tua dulu [tertawa].Musisi idola ibu siapa? Rhoma Irama. Akhirnya pernah tampil bareng juga sama Rhoma, dinasehati biar Nasida Ria harus terus dijaga soalnya jarang ada yang kayak kami. Sudah ada rencana pensiun dari Nasida Ria? Kalau rencana punya. Pokoknya nanti kalau sekiranya udah enggak pantes ada di panggung ya saya tahu diri. Selama nyanyinya masih oke, masih banyak penggemar, dan masih bisa menyesuaikan dengan teman-teman di panggung ya masih mau terus manggung. AboutSalah Langkah Song. Listen to Nida Ria Salah Langkah MP3 song. Salah Langkah song from the album Pravita Group is released on Jan 1992. The duration of song is 04:56. This song is sung by Nida Ria.

A intenção niyah A intenção é uma condição indispensável para validar a salah. O significado da intenção é ter o propósito em mente de adorar a Allah por meio da oração, sabendo, por exemplo, que se trata da salatul maghrib ou isha. Não está legislado que se pronuncie a intenção, entretanto deve ter o propósito em mente. Pronunciá-la é um erro, já que nem o Profeta que a paz e as bênçãos de Allah estejam com ele, nem seus companheiros o fizeram. Deve-se estar de pé e dizer “Allahu akbar” Allah é o maior, levantando as mãos à altura dos ombros e que as mãos estejam espalmadas em direção à quiblah. Não está permitido fazer o takbir dizer Allahu akbar com outras palavras. O takbir dignifica e glorifica Allah, porque Allah é mais grandioso que tudo o que há nesta vida, incluindo seus os prazeres e deleites. Por isso, desejamos esses prazeres, por um lado e por outro, dizemos que Allah é o Mais Grandioso, totalmente concentrados quando nos encontramos em oração. Depois do takbir, coloca-se a mão direita sobre a esquerda e ambas sobre o peito, estando de pé. É recomendável que se pronuncie a súplica da abertura da salah “Subhanaka Allahumma wa bihamdika, wa tabaaraka-smuka, wa ta’ala jadduka, wa la ilaha ghairuk” Glorificado sejas Allah, por Teu louvor, bendito seja Teu nome e elevado seja Teu reino, não há outra divindade além de Ti. Dizer “A’udhu billahi minash-Shaitanir-Rajim” Refugio-me em Allah contra o maldito Satanás. Deve-se dizer “bissmillahir-Rahmanir-Rahim” Em nome de Allah, o Clemente, o Misericordioso, também chamado basmalah’ e seu significado é “começo minha oração Em nome de Allah”. Recitar o capítulo de Abertura al-Fatiha, que é o mais grandioso capítulo do Alcorão. Allah mencionou a Seu mensageiro a revelação deste capítulo, disse Allah “Temos te concedido sete versículos que se reiteram, assim como o grandioso Alcorão” Alcorão, Hajar, 15 87. E foi nomeada assim porque é composta de sete versículos. É obrigatório que o muçulmano memorize este capítulo, porque sua recitação é um pilar da salah para aqueles que rezam sozinhos ou seguindo o imaam, quando este recita ao dirigir a salah. Foi legislado que depois da recitação do capítulo al-Fatiha ou depois de escutar a leitura do imaam deve-se dizer “Amin”, ou seja, que assim seja’. Depois deste capítulo, recita-se, nas duas primeiras unidades da salah ra’kah, outro capítulo ou versículo; já nas terceira e quarta unidades da oração, só se recita al-Fatiha, sem outros versículos do alcorão. Nas orações do fajr, maghrib e isha, recita-se em voz alta o capítulo al-Fatiha e a recitação seguinte; e recita-se em silêncio nas salah adh-dhuhr e asr. As outras súplicas que se recitam na salah são em voz baixa. Depois, realiza-se o takbir, levantando as mãos a altura dos ombros, com as palmas direcionadas à quiblah, tal como no primeiro takbir. Logo, deve-se prostrar ruku’, inclinando as costas em direção à quiblah e a cabeça e as costas deve estar no mesmo nível, colocando-se as mãos sobre os joelhos. E dizer “Subhana rabbi al-Adhim” Louvado seja Allah, o Mais Grandioso, está recomendado repetir isto por três vezes, mas é suficiente que se diga uma vez. Esta posição ruku’ representa a glorificação e louvor a Allah. O significado de “subhana rabbi al-Adhim” Louvado seja Allah, o Mais Grandioso é negar qualquer atributo de imperfeição para Allah e fazê-lo enquanto se prostra, submetido a Allah, glorificado seja. Logo, ergue-se novamente, voltando do ruku’, lenvanta-se as mãos à altura dos ombros com as palmas orientadas à quiblah; se está rezando sozinho ou no lugar do imaam, diz “sami’a Allahu liman hamidah” Allah escuta àquele que O louva, mas se reza atrás de um imaam, apenas o imaam diz isto. A continuação, seja para quem reze só ou atrás do imaam, é “rabbana wa lakal-hamd” Senhor nosso! Para Ti é o louvor. É recomendável acrescentar ao último “hamdan kathiran taiyiban mubaarakan fih, mil as-sama’i wa mil á al-ard wa mil á shí’ta min bád” muitos louvores benditos a Ele, que encham os céus, que encham a Terra, que encham tudo o que Tu desejas Depois disto se prostra no chão, apoiando sete partes do corpo, que são a testa e o nariz, as palmas das mãos, os joelhos e os pés. É recomendado que as mãos estejam posicionadas lateralmente, a barriga não esteja encostada nas coxas, as coxas estejam separadas das panturrilhas quando se faz a prostração sujud, e os antebraços não estejam encostados no chão, senão que deverão estar com os cotovelos levantados. Quando se está prostrado no solo, deve-se dizer “Subhana rabbi al-Ala” louvado seja Allah, o Altíssimo ao menos uma vez, ainda que se recomende repeti-lo por três vezes. Durante a prostração sujud é o melhor momento para suplicar a Allah, por isso a pessoa pode suplicar depois de haver recitado as súplicas estabelecidas e pode pedir todo o bem desta e da outra vida. O Profeta que a paz e as bênçãos de Allah estejam com ele disse “O momento em que o servo se encontra mais próximo de seu Senhor é quando está prostrado. Portanto, aumentai ali vossas súplicas” Muslim, 482. O significado de “subhana rabbi al-Ala” é santificar a Allah por Sua magnificência e Seu poder, pois Ele é o Altíssimo sobre os céus. Portanto, negamos a Ele qualquer atributo de imperfeição. Nesta posição, na qual o servo está prostrado, submetendo-se a Allah, recorda a diferença entre ele e seu Criador e, por isso, se submete e prostra ante o Soberano. Depois do takbir dizer Allahu akbar, senta-se entre as prostrações sujud, é recomendável que se sente levemente apoiado sobre a perna esquerna, apoiando-se na ponta dos dedos do pé direito e colocando suas mãos sobre as coxas. É recomendável que cada vez que se sente, ao realizar a oração, o faça desta forma; com exceção de quando se senta ao final da salah, onde a posição recomendada é que apoie a sua perna direita nos dedos do pé, mas a perna esquerda deve estar debaixo da coxa direita, sentando-se no chão, desta forma. Entretanto, isso não é imprescindível. Quem não puder sentar-se desta forma na oração, por causa de dor nos joelhos ou porque não está habituado, pode se sentar da forma que lhe for mais cômoda. Quando se senta entre as duas prostrações, deve-se dizer “Rabbi ighfirli warhamni wahdini warzuqni washbirni waafini” Senhor meu, perdoa-me, tenha misericórdia de mim, guia-me, proveja meu sustento, fortaleça-me e proteja-me. Após, realiza-se a segunda prostração, igual à primeira. Depois, levanta-se, colocando-se de pé quiyam e dizendo “Allahu akbar” Allah é o Maior. E completa esta segunda unidade ra’kah como a primeira. Quando foi completada a segunda prostração, permanecer sentado para fazer o primeiro testemunho da oração tashahhud, deve-se dizer “at-tahiyatu lillahi was-salawaatu wat-taiyibat, as-salamu alaika aiyuhan-nabiyu wa rahmatullahi wa barakatuh, as-salamu alaina wa’ala ibadil-lahi as-salihin. Ash hadu an la ilaha illa Allah, wa ash hadu Anna Muhammadan abduhu wa rasuluh” as saudações, bênçãos e melhores louvores são para Allah. Que a paz esteja sobre ti, ó Profeta! Que a paz esteja sobre nós, sobre os servos de Allah e os justos. Atesto que não há divindade afora Allah e atesto que Muhammad é Seu servo e mensageiro. Após, levanta-se para completar o resto de sua salah, se esta é composta de três ou quatro ra’kah. Nestas unidades basta apenas recitar o capítulo al-Fatiha. Mas, se a oração é composta de apenas duas ra’kah, como por exemplo o salatul fajr, deve-se recitar o segundo tashahhud como veremos a seguir. na última unidade ra’kah, depois da segunda prostração sujud, senta-se para ler o último tashahhud – igual ao primeiro, mas acrescido de saudações ao Profeta que a paz e as bênçãos de Allah estejam com ele, deste modo “Allahumma salli ala Muhammadin wa ala ali Muhammad, kama sallaita ala Ibrahima wa ala ali Ibrahim, wa barik ala Muhammadin wa á al ali Muhammad, kama barakta ala Ibrahima wa ala ali Ibrahim. Innaka anta Hamidun Majid” Ó Allah! Saúda a Muhammad e a família de Muhammad como tem saudado a Ibrahim e a família de Ibrahim. Abençoe a Muhammad e a família de Muhammad, como abençoou Ibrahim e a família de Ibrahim, certamente és Louvado, Majestoso. É recomendado dizer, depois disto, “a’udhu billahi min adhabi jahannam wa min adhabi al-qabr wa min fitnai al mahiya wa mamat wa min fitnai al masihi ad-dajjal” Refugio-me em Allah do castigo do Fogo e do castigo da sepultura, das tentações e dificuldades da vida e da morte e da tentação do falso messias. Então, pode-se pedir o que deseja. Então, volta-se o rosto à direita, dizendo “assalamo alaikum wa rahmatullah”que a paz esteja sobre vós e faz o mesmo à esquerda. Este ato se chama taslim’. Com esta saudação, o taslim, termina-se a salah. O Profeta que a paz e as bênçãos de Allah estejam com ele disse “Seu momento começa com o takbir e termina com o taslim” Abu Dawud, 61 e Tirmidhi, 3. É recomendável para o muçulmano, ao terminar sua salah obrigatória, dizer as seguintes súplicas “Astaghfirullah” peço perdão a Allah, por três vezes; “Allahumma anta as-Salam wa minka as-Salam, tabarakta wa ta’alaita, ya Dhal-Jilaali wal-Ikram” Ó Allah! Tu és a paz e de Ti provêm a paz, bendito e enaltecido sejas, Possuidor da majestade e dignidade. “subhanallah” glorificado seja Allah, tasbih’ por 33 vezes; “alhamdulillah” louvado seja Allah, hamdala’ por 33 vezes e “Allahu akbar” Allah é o maior, takbir’ por 33 vezes, completando o centésimo com “la ilaha illa Allah, wahdahu, la sharika lah, lahul-mulk wa lahul-hamd wa huwa ala kulli shai-in qadir” Não há divindade exceto Allah, não tem parceiros, Sua é toda soberania e louvor e o destino de todas as coisas está em Suas mãos. O significado do capítulo al-Fatiha a Abertura é o seguinte “Louvado seja Allah, o Senhor dos mundos” louvar a Allah e todos Seus atributos, as bênçãos visíveis e ocultas, com amor e magnificência. “O Senhor” significa Criador, Soberano, Quem tem o controle de tudo, Aquele que concede as graças. “O universo” e seus mundos é tudo aquilo que foi criado; tudo, exceto Allah. “O Clemente, o Misericordioso” são dois dos atributos de Allah. “Clemente” significa Aquele que é Clemente com toda a criação e Misericordioso, é Quem é Clemente com Seus servos crentes. “Soberano do Dia do Juízo” Soberano no dia em que se dará a recompensa e o castigo e nisto há uma recordação do Dia do Juízo Final para o muçulmano, o que incentiva à prática do bem. “Só a Ti adoramos e só a Ti imploramos ajuda” nós só dedicamos a adoração a Allah, nosso Senhor, não associamos Allah a ninguém em nenhum tipo de ato de adoração e também pedimos ajuda apenas a Ele, em quaisquer de nossos assuntos, porque tudo esta nas Suas mãos, ninguém controla o universo, nem sequer um mínimo átomo, exceto Ele. “Guia-nos à senda reta” significa guia-nos e indica-nos e faça com que seja possível seguir no caminho correto, mantendo-nos firmes até que Te encontremos’. A “senda reta” é o Islam, claro e evidente, o que leva à complacência de Allah e Seu Paraíso; o que nos ensinou Muhammad, o derradeiro dos profetas que a paz e as bênçãos de Allah estejam com ele, não há melhor via para a felicidade do servo que este caminho. “À senda dos que tens agraciado” ou seja, o caminho daqueles que Allah agraciou com a orientação, a retidão, dentre os profetas e mensageiros, os quais conheceram a Verdade e a seguiram. “Não a dos abominados nem a dos extraviados” Afaste-nos e salva-nos do caminho daqueles com os quais tens Te enojado e castigado, porque conheceram a Verdade, mas não trabalharam segundo ela’. Nesta categoria estão os judeus e os que se assemelham a eles. Os desviados são aqueles que não conhecem a Verdade, como os cristãos e os que se assemelham a eles. O que fazer aqueles que ainda não memorizaram o capítulo al-Fatiha e as súplicas da salah? Quem se reverteu ao Islam recentemente e não memorizou o capítulo da fatiha e as súplicas da salah, deve fazer o seguinte Esforçar-se em memorizar as súplicas obrigatórias na salah, já que não são válidas em outra língua que não seja o árabe. Estas súplicas são O capítulo al-Fatiha, o takbir, o que se diz no ruku, ao levantar-se deste, o que se diz na prostração sujud, no tashahhud e a saudação final taslim encerrando a oração. É obrigatório, ao muçulmano que está em processo de memorização, que repita, em sua salah, o que conhece das frases de louvor, como “subhanallah”, “alhamdulillah”, “Allahu akbar”e que recite os versículos memorizados enquanto se encontra de pé quiyam, assim como disse Allah “Temei a Allah o quanto puderes” Alcorão, Taghabun 16. É necessário que, durante este tempo, o muçulmano trate de realizar sua oração em grupo, para que sua salah seja melhor, já que o imaam absorve as deficiências da salah de quem o segue em oração e, se a salah do imaam é válida e correta, sua salah será válida, ainda que contenha erros.

Listento Salah Langkah on Spotify. Nida Ria · Song · 1992.
Nida Ria Length 0456 This track is on the following album Pravita Group Nida Ria
NasidaRia didirikan pada 1975 oleh HM Zain, seorang pemuka agama Islam di Semarang. Salah satunya adalah lagu "Tahun 2000" yang dibuat pada awal 1980-an menggambarkan bagaimana kehidupan setelah pergantian milenium, menyebutkan kerusakan lingkungan dan ketergantungan manusia dengan mesin atau perangkat elektronik. Langkah Capital Life

- Nasida Ria, grup kasidah asal Semarang, Jawa Tengah, menjadi perbincangan lantaran tampil di event Documenta Fifteen yang diadakan di Kessel, Jerman, Sabtu 18/6/2022. Sebenarnya, panggung di Kessel itu bukanlah penampilan pertama Nasida Ria di luar musik yang seluruh personelnya perempuan ini pernah tampil di Malaysia pada 1988 untuk memperingati 1 Muharram. Lalu, pada 1994, mereka pernah unjuk gigi di Berlin, Jerman, dalam sebuah festival musik Islam internasional bertajuk Die Garten des Islam. Dua tahun kemudian, atau pada 1996, mereka menghibur penonton Festival Heimatklange. Baca juga Mengenal Grup Kasidah Nasida Ria yang Tampil di Jerman, Didirikan Tahun 1975 dan Punya 400 Lagu Nasida Ria dibentuk 1975 Perjalanan karier Nasida Ria bermula dari sebuah asrama milik HM Zain di kawasan Kauman Mustaram No 58, Semarang. HM Zain-lah yang kemudian membentuk Nasida Ria pada 1975. HM Zain merupakan seorang pemuka agama Islam di Pemain bas Nasida Ria, Rien Djamain, HM Zain adalah penggemar musik. Salah satu bentuk kecintaannya terhadap musik adalah ia mengoleksi lagu-lagu Umi Kalsum yang populer kala itu. Rien menceritakan, awalnya dirinya dan teman-temannya mendatangi HM Zain untuk mengaji. Baca juga Mengenal Nasida Ria, Grup Kasidah Lokal yang Mendunia Agar para murid-muridnya tidak bosan belajar, HM Zain mencarikan guru musik. "Pagi masak, lalu mengaji. Setelah waktu luang baru latihan. Waktu itu masih polos umur 15 tahun. Niat awal mengaji, karena bapak kreatif luar biasa. Dia mencari bibit-bibit yang bersuara bagus. Awalnya personel sembilan orang sesuai jumlah huruf Nasida Ria," ujarnya, dikutip dari pemberitaan Grup yang Zain bentuk kemudian dinamai Nasida Ria. Nasida Ria merupakan gabungan kata “nasyid” yang berarti nyanyian dan “ria” yang bermakna gembira. "Harapannya agar kami bisa berdakwah lewat musik dengan penuh kegembiraan," ucap Rien. Baca juga Kala Nasida Ria Mendobrak Ketabuan dan Keterkungkungan Perempuan…

\n \n\n\n\n salah langkah nasida ria
Indahnyamalam dibulan purnama. Hawanya sejuk menembus dibadan. Mari menari bersama-sama. Langkah kekiri dan langkah kekanan. Ya Habibi, Ya Habibi, Ya Habibi. Reff : Lithorik li layali ya habibi. Lihajirni layali ya sya'idi.
Termasuk Video Klip 15 lagu nonstop Nasida Ria. Yuk tambah koleksi lagu anda, dengan Download Lagu MP3 Nasida Ria Full Album 2020. Nasida Ria merupakan sebuah band kasidah modern Indonesia, yang anggotanya terdiri dari 9 wanita asal Semarang, Jawa Tengah. • Download Lagu Bruno Mars MP3 Full Album dan 15 Lagu Bruno Mars Video YouTube MP3.
5r8T.
  • htp3t1scx3.pages.dev/61
  • htp3t1scx3.pages.dev/47
  • htp3t1scx3.pages.dev/247
  • htp3t1scx3.pages.dev/207
  • htp3t1scx3.pages.dev/232
  • htp3t1scx3.pages.dev/325
  • htp3t1scx3.pages.dev/349
  • htp3t1scx3.pages.dev/353
  • htp3t1scx3.pages.dev/289
  • salah langkah nasida ria